Senin, 03 November 2014

Kembang Jepun

KEMBANG JEPUN (KYA - KYA)




BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Dalam memberikan arti tentang sejarah tidaklah mudah, Untuk itu mengetahui kajian ilmu sejarah apalagi pemula khususnya mahasiswa atau peminat sejarah dianjurkan terlebih dahulu paham dan mengerti hakikat dari sejarah itu sendiri.
Mengenai pengertian sejarah lokal, Kelihatanya sampai sekarang belum ada rumusan yang memuaskan tentang apa Sejarah lokal , Menurut : H.P.R. Finberg (Sejarawan Inggris) Bukunya Lokal History, Obyektive And Pursuit tidak ada yang mengemukakan yang lebih eksplisit.  Namun demikian di sini bisa mencoba memulai dengan rumusan sederhana, yaitu sejarah lokal bisa dikatakan sebagai suatu bentuk penulisan sejarah dalam lingkup yang terbatas pada lokalitas tertentu, jadi terbatas lingkup terutama dikaitkan dengan dengan unsur wilayah.
Menurut Taufik Abdullah sejarah lokal adalah suatu peristiwa yang terjadi di tingkat lokal yang batasannya dibuat atas kesepakatan atau perjanjian oleh penulis sejarah. Batasan lokal ini menyangkut aspek geografis yang berupa tempat tinggal suku bangsa, suatu kota, atau desa (Abdullah, 1982).
Ahli lain mengatakan bahwa sejarah lokal adalah bidang sejarah yang bersifat geografis yang mendasarkan kepada unit kecil seperti daerah, kampung, komunitas atau kelompok masyarakat tertentu (Abdullah, 1994: 52). suatu peristiwa yang terjadi di daerah yang merupakan imbas atau latar terjadinya peristiwa nasional.
Sebaliknya, Wasino (2009: 2) mengatakan bahwa sejarah lokal adalah sejarah yang posisinya kewilayahannya di bawah sejarah nasional. Sejarah baru muncul setelah adanya kesadaran adanya sejarah nasional. Namun demikian bukan berarti semua sejarah lokal harus memiliki keterkaitan dengan sejarah nasional. Sejarah lokal bisa mencakup peristiwa-peristiwa yang memiliki keterkaitan dengan sejarah nasional dan peristiwa-peristiwa khas lokal yang tidak berhubungan dengan peristiwa yang lebih luas seperti nasional, regional, atau internasional.
Di Indonesia disamping istilah sejarah lokal, dikenal juga dengan istilah daerah. Sehingga istilah sejarah lokal dan sejarah daerah digunakan seringkali berganti-ganti tampa  penjelasan yang tegas. Lokal dan daerah secara harfiah  memiliki arti yang sama, tetapi dalam kajian sejarah banyak digunakan istilah lokal. Dengan pertimbangan daerah selalu berkonotasi politis (adanya stratifikasi pusat dan daerah: DATI I dan II) sehingga lebih digunakan bahasa lokal karena lebih netral dan tidak brkonotasi politis. Sedangkan pengertian regional dan nasional. Regional secara internasional Negara yang berada dalam lingkup regional disebut lokal. Contoh asia tenggara: Indonesia, Vietnam,dll. Dengan demikian, secara sederhana dapat dikatakan bahwa sejarah lokal adalah bidang kajian mengenai masa lalu dari suatu kelompok atau masyarakat yang mendiami unit wilayah yang terbatas.
Dari beberapa batasan ini bisa disimpulkan bahwa ruang lingkup sejarah lokal atas dasar jalan pikiran Jordan ialah keseluruhan lingkungan yang bisa berupa kesatuan wilayah seperti Desa, Kecamatan, Kabupaten, Kota Kecil dll, kesatuan wilayah itu beserta unsur-unsur institusi sosial dan budaya yang berada disuatu lingkungan itu seperti : Keluarga, pola pemukiman, mobilityas prnduduk, kegotong royongan, pasar, tehnologi pertanian , lembaga pemerintahan setempat, perkumpulan kesenian, monumen dll.
Seperti disebutkan diatas bahwa Sejarah Lokal ditentukan Scope areal, juga segi Perspektif waktu, misal  Sejarah Blambangan pada zaman VOC, Sejarah Madiun pasca Perjanjian Giyanti, dsb. Selain luas Areal dan waktu, didalam approach sejarah lokal dapat ditentukan tema (Segi Permasalahanya) atau aspek-aspeknya seperti Aspek Politik, Sosial Ekonomi, Kultural, Militer, religius atau yang lain.

B.     Rumusan Masalah

Dalam Penelitian ini kami membatasi rumusan masalah sebagai berikut :
a)      Apa yang mendasari berdirinya daerah Kembang Jepun (Kya-kya) ?
b)      Bagaimana Kembang Jepun (Kya-kya) dapat menjadi cikal bakal kota perdagangan di Surabaya ?


C.     Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :
1)      Untuk mengetahui  yang  mendasari  berdirinya  Kembang Jepun (Kya-kya) di Surabaya
2)      Untuk mengetahui sejarah perkembangan Kembang Jepun (Kya-kya) yang menjadi cikal bakal Perdagangan di Surabaya



BAB II

PEMBAHASAN


A.    Sejarah Kembang Jepun (Kya-Kya)

Sejak abad ke XIX Surabaya sudah memiliki pusat kota yang terkenal sampai di mana-mana yaitu Kembang Jepun. Pada saat itu Kembang Jepun sudah merangkap dua fungsi sekaligus. Sebagai pusat perputaran uang sekaligus downtown. Di abad berikutnya peranan Kembang Jepun sebagai Wall Street belum berubah, tapi Kembang Jepun sebagai down Town sudah digeser oleh Tunjungan. Dan di abad XXI peranan Tunjungan sudah digeser pula oleh Mall-mall modern di berbagai sudut kota.
Jaman memang selalu berubah. Kadang berubah samasekali, kadang hanya berputar seperti roda pedati. Tenggelamnya Kembang Jepun dan disusul dengan Tunjungan, menyebabkan Surabaya sebagai kota telah kehilangan ikon-ikonnya yang penting.
Itulah sebabnya, diciptakan Kembang Jepun sebagai ikon baru kota Surabaya. Maka kalau di kota-kota besar di dunia selalu mempunyai bagian kota yang khas sebagai pusat kya-kya (walkstreet), Surabaya dengan Kembang Jepun yang baru juga akan memilikinya. Dan menamakannya dengan Pusat Kya-kya Kembang Jepun (PKKJ Surabaya).
Kya-Kya berasal dari bahasa Cina yang berarti jalan-jalan. Pemilihan nama tersebut karena Pemkot Surabaya berharap kawasan Jepun bisa semarak di malam hari. Dipilihnya nama Kya-Kya karena kawasan Kembang Jepun juga dikenal sebagai kawasan Pecinan. Bahkan, berdasarkan catatan sejarah, Jepun sudah menjadi kawasan yang paling sibuk sejak zaman Hindia Belanda. Tak jauh dari Kembang Jepun, ada jembatan merah yang terkenal itu.
Kembang Jepun dulunya adalah kawasan bisnis utama dan pusat kota Surabaya. Walaupun bukan menjadi yang utama, kawasan ini tetap menjadi salah satu sentra bisnis hingga saat ini. Kawasan ini terkenal sebagai pusat perdagangan grosir, yang kemudian dikenal sebagai CBD (central business district) I Kota Surabaya. Kembang Jepun mempunyai sejarah panjang, sepanjang perjalanan Kota Surabaya.
Perjalanannya penuh dengan rona-rona, sesuai warna yang dilukiskan zamannya. Sejak zaman Sriwijaya, Kawasan di sekitar Kembang Jepun menjadi tempat bermacam bangsa tinggal. Banyak pedagang asing yang menambatkan kapalkapalnya di lokasi di mana kemudian menjadi Kota Surabaya. Di situ pulalah, perjalanan sejarah menorehkan garis membujur dari timur ke barat kota, Jalan Kembang Jepun.
Tegak lurus dengan Kalimas, jalan ini juga menjadi ikon Kota Surabaya yang silih berganti tampil membawa perannya. Pada zaman Belanda, pemerintahan saat itu membagi kawasan menjadi Pecinan di selatan Kalimas, kampung Arab dan Melayu di Utara kawasan itu, dengan Jalan Kembang Jepun sebagai pembatasnya. Bangsa Belanda sendiri tinggal di Barat Kalimas yang kemudian mendirikan komunitas "Eropa Kecil". Jalan Kembang Jepun dulunya dinamakan Handelstraat (handel berarti perdagangan, straat artinya jalan), yang kemudian tumbuh sangat dinamis.
Ir Handinoto, pengajar arsitektur Universitas Kristen Petra yang pernah meneliti perkembangan kota dan arsitektur kolonial Belanda di Surabaya pada 1870-1940 memaparkan, sejak zaman Deandels, 1811, pusat pemerintahan ada Kota Surabaya terletak di kawasan Jembatan Merah. Kantor residen dan ruang kegiatan pemerintahan lainnya seperti bea cukai serta kantor kepolisian, semua tergabung dalam satu gedung yang berhadapan dengan Jembatan Merah.
Hingga tahun 1905, semua pusat kegiatan pemerintahan tetap berada di kawasan Jembatan Merah. Bahkan kapal-kapal dari selat Madura yang hilir mudik menyusuri Kalimas dapat berlayar menuju Jembatan Merah. Waktu itu, pelabuhan Tanjung Perak belum ada. Kontan saja, sebagai pusat pemerintahan yang selalu ramai akhirnya menyedot warga kota untuk beramai-ramai pula menggelar kegiatan ekonomi di sekitarnya.
Di sebelah barat Jembatan Merah, seperti jalan Jembatan Merah (dulu disebut Willenstraat) dan jalan Rajawali (Heerenstraat), dipenuhi pedagang-pedagang kelas kakap dari bangsa Eropa. Maskapai dan bank-bank kebanyakan berada di wilayah ini. Sementara wilaah di sebelah Timur dihuni oleh warga Asia, seperti Tionghoa, Arab dan Melayu. Pembagian wilayah bagi kelompok-kelompok ini tidak terlepas karena adanya undang-undang wilayah atau Wijkenstelsel yang ditetapkan Belanda.
Dukut Imam Wibowo, penulis buku Soerabaia Tempo Doeloe, memiliki catatan sendiri mengenai perkembangan kota Surabaya, terutama kawasan Kembang Jepun. Menurutnya, masyarakat Cina menjadi golongan yang sangat penting di Surabaya. Keberadaan mereka sudah dimulai sejak tahun 1411, dan pada awalnya mereka mendiami suatu wilayah yang disebut Chinese Kamps atau Kampung Cina, di sebelah timur Kali Mas.
Ada beberapa jalan yang banyak terdapat permukiman warga Tionghoa itu antara lain Chinesevorstraat atau kini jalan Karet, dan Hendelstraat atau kini dikenal Kembang Jepun. Dan di Kembang Jepun inilah kemudian berkembang menjadi sentra perdagangan besar di kota Surabaya. Posisi yang strategis sebagai jalan penghubung dan muara dari banyak jalan kecil yang terdapat di sepanjang jalan itu, menjadikan Kembang Jepun tumbuh berkembang menjadi pusat grosir sekaligus rumah tinggal para pedagang. Apalagi, para pejabat pemerintah Hindia Belanda yang tidak begitu pintar mengelola bisnis, lalu memperjualberlikan pacth atau hak monopoli, seperti hak atas rumah gadai, candu dan pelacuran kepada pedagang Tionghoa.
Asal nama Kembang Jepun, menurut Hadinoto, bermula ketika Jembatan Merah menjadi pusat kota. Pedagang yang mau berbisnis di Hendelstraat harus melewati pemeriksaan di residen. Setlah memperoleh ijin dan kegiatan berdagang berlangsung, akhirnya memunculkan bermacam hotel dan losmen untuk tempat menginap para pebisnis. Kehadiran hotel dan losmen itu ternyata menarik tumbuhnya kupu-kupu malam dari negeri Sakura, yang pada waktu itu tengah mengalami kegelapan. Kupu-kupu malam itu berjajar, terpampang menghias malam-malam sepanjang jalan itu. Orang kemudian menyebutnya jalan Kembang Jepun. Jepun dalam bahasa Melayu berarti Jepang.
Searus perkembangan kota Surabaya, muncul sentra-sentra dagang lain, apalagi setelah selesai pembangunan Pelabuhan Tanjung Perak pada tahun 1910. Perdagangan tak lagi terpusat di Jembatan Merah dan sekitarnya. Kembang Jepun, yang semula paling dikenal sebagai pusat dagang sekaligus menjadi rumah hunian, mulai ditinggalkan. Suasana di kawasan itupun makin sepi, tak seramai sebelumnya, apalagi di malam hari.
Namun kegiatan perdagangan tetap berlangsung. Jajaran gedung yang berderet di sana, berkembang menjadi gedung perkantoran. Begitu pula ketika Jembatan Merah diramaikan dengan berdiriny Jembatan Merah Plaza, sepanjang jalan Kembang Jepun menjadi tujuan para pedagang kaki lima (PKL) membuka usaha, meski jumlahnya tak banyak.
Dan, setelah dibuka menjadi Pusat Kya-kya, Kembang Jepun kembali hidup dan ramai. Bahkan ramai sekali. Tapi di tengah keramaian itu, ada segumpal kegundahan para pedagang lama yang mnggelar dagangan di kawasan relokasi baru tersebut. Tak hanya pedagang lama, pedagang barupun yang direlokasi dari tujuh jalur yang ‘dipaksa’ pindah ke kawasan pusat Kya-kya itu juga tak kalah mengeluh. Kegelisahan para PKL itu, dipicu oleh keraguan akan keberhasilan berjualannya, juga karena ketentuan yang disyaratkanpengelola yang dirasa terlalu berat. Nasib para pedagang itupun masih menggantung. Kenangan dan harapan warga kota Surabaya akan kejayaan Kembang Jepun terasa bagai nostalgia sumbang.



DAFTAR PUSTAKA

Gasalba, Sidi. 1966. Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Bhratara:Jakarta.
Gottschalk, Louis. 1975.  Mengerti Sejarah, Terjemahan Nugroho Notosusanto. Yayasan Penerbit Universitas Indonesia: Jakarta.
Kartodirdjo. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodelogi Sejarah. PT.Gramedia: Jakarta.
Kuntowijoyo. 1993. Metodelogi Sejarah. UGM. PT Tiara kencana: Yogyakarta.
Koentjaraningrat. 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Aksara Baru: Jakarta.

















Selasa, 11 Juni 2013

Pengamalan Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari



1. Pendahuluan

A. Latar belakang

Sebagai warga negara yang baik, setia kepada nusa dan bangsa, seharusnyalah mempelajari dan menghayati pandangan hidup bangsa yang sekaligus sebagai dasar filsafat negara, seterusnya untuk diamalkan dan dipertahankan. Pancasila selalu menjadi pegangan bersama bangsa Indonesia, baik ketika negara dalam kondisi yang aman maupun dalam kondisi negara yang terancam. Hal itu tebukti dalam sejarah dimana pancasila selalu menjadi pegangan ketika terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa indonesia.
Pancasila merupakan cerminanri karakter bangsa dan neg indonesia yang beragam. Semua itu dapat diterlihat dari fungsi dan kedudukan pancasila, yakni sebagai; jiwa bangsa indonesia, keribadian bangsa, pandangan hidup bangsa, sarana tujuan hidup bangsa indonesia, dan pedoman hidup bangsa indonesia.
Oleh karena itu, penerapan pancasila dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara sangat penting dan mendasar oleh setiap warga negara, dalam segala aspek kenegaraan dan hukum di Indonesia. Pengamalan pancasila yang baik akan mempermudah terwujudnya tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia.

B. Rumusan masalah

1. Pedoman Pengamalan pancasila
2. Pola pelaksanaan pedoman pelaksanaan pengamalan pancasila
3. Realisasi pengamalan pancasila dalan bidang ekonomi, budaya, pendidikan, dan Ilmu   pengetahuan dan teknologi


2. Pembahasan

A. Pedoman Pengamalan Pancasila

Pedoman dalam penghayatan dan pengamalan pancasila dituangkan dalam ketetapan No.II/MPR/1978. Penjabaran ketetapan MPR itu adalah (Noor Ms. Bakry: 1994, 183-185):
1. Sila ketuhanan Yang Maha Esa
1) Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agamanya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3) Mengembangkan saling hormat menghormati kemerdekaan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
4) Menghargai setiap bentuk ajaran agama, dan tidak boleh memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2. Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
1) Mengakui dan memperlakukan manusia dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2) Memandang persamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesama manusia tanpa membedakan suku, turunan dan kedudukan sosial.
3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, tepa selira dan tidak semena-mena terhadap orang lain.
4) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan dan berani membela kebenaran dan keadilan.
5) Merasa sebagai bagian dari seluruh umat manusia dan karena itu berkewajiban mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa-bangsa lain.
3. Sila Persatuan Indonesia
1) Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2) Cinta tnah air dan bangsa Indonesia, sehingga sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa, apabila diperlukan.
3) Bangga sebagai bangsa Indonesia ber-Tanah air Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban dunia.
4) Mengembangkan rasa persatuan dan kesatuan atas dasar Bhinneka Tunggal Ika dalam memajukan pergaulan hidup bersama.
4. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan
1) Sebagai warga negara dan warga-masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum
2) Keputusan yang menyangkut kepentingan bersama terlabih dahulu diadakan musyawarah, dan keputusan musyawarah diusahakan secara mufakat, diliputi oleh semangat kekeluargaan.
3) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah dan melaksanakannya dengan itikad baik dan rasa tanggungjawab.
4) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan hati nurani yang luhur, dengan mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat, serta tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
5) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5. Sila Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
1) Menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat indonesia.
2) Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur menceminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
3) Bersikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati ha-hak orang lain.
4) Memupuk sikap suka memberi pertolongan kepada orang lain yang membutuhkan agar dapat berdiri sendiri, tidak menggunakan hak milik untuk pemerasan, pemborosan, bergaya hidup mewah dan perbuatan lain yang bertentangan dan merugikan kepentingan umum.
5) Memupuk sikap suka bekerja keras dan menghargai karya orang lain yang bermanfaat, serta bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan kesejahteraan bersama.

B. Pola Pelaksanaan Pedoman Pelaksanaan Pengamalan Pancasila

Pola pelaksanaan pedoman pelaksanaan pengamalan pancasila dilakukan agar Pancasila sungguh-sungguh dihayati dan diamalkan oleh segenap warga negara, baik dalam kehidupan orang seorang maupun dalam kehidupan kemasyarakatan. Oleh sebab itu, diharapkan lebih terarah usaha-usaha pembinaan manusia Indonesia agar menjadi insan Pancasila dan pembangunan bangsa untuk mewujudkan masyarakat Pancasila.
1. Jalur-jalur yang digunakan
1) Jalur pendidikan
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam pengamalan Pancasila, baik pendidikan formal (sekolah-sekolah) mapun pendidikan nonformal (di keluarga dan lingkungan masyarakat), keduanya sangat erat kaitanya dengan kehidupan manusia.
Dalam pendidikan formal semua tindak-perbuatannya haruslah mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila. Dalam pendidikan keluarga pengamalan Pancasila harus ditanamkan dan dikembangkan sejak anak-anak masih kecil, sehingga proses pendarah-dagingan nilai-nilai Pancasila dengan baik dan menuntut suasana keluarga yang mendukung. Lingkungan masyarakat juga turut menentukansehingga harus dibina dengan sungguh-sungguh supaya menjadi tempat yang subur bagi pelaksanaan pengamalan Pancasila.
Melalui pendidikan inilah anak-anak didik menyerap nilai-nilai moral Pancasila. Penyerapan nilai-nilai moral Pacasila diarahkan berjalan melalui pemahaman dari pemikiran dan dan pengamalan secara pribadi. Sasaran pelaksanaan pedomaan pengamalan Pancasila adalah perorangan, keluarga, masyarakat, baik dilingkungan tempat tinggal masing-masing, maupun di lingkungan tempat bekerja.
2) Jalur media massa
Peranan media massa sangat menjanjikan karena pengaruh media massa dari dahulu sampai sekarang sangat kuat, baik dalam pembentukan karakter yang positif maupun karakter yang negatif, sasaran media massa sangat luas mulai dari anak-anak hingga orang tua. Sosialisasi melalui media massa begitu cepat dan menarik sehingga semua kalangan bisa menikmati baik melalui pers, radio, televisi dan internet. Hal itu membuka peluang besar golongan tertentu menerima sosialisasi yang seharusnya belum saatnya mereka terima dan juga masuknya sosialisasi yang tidak bersifat membangun. Media massa adalah jalur pendidikan dalam arti luas dan peranannya begitu penting sehingga perlu mendapat penonjolan tersendiri sebagai pola pedoman pengamalan Pancasila. Sehingga dalam menggunakan media massa tersebut harus dijaga agar tidak merusak mental bangsa dan harus seoptimal mungkin penggunaannya untuk sosialisasi pembentukan kepribadian bangsa yang pancasilais. Jadi, untuk sosialisasi-sosialisasi yang mengancam penanaman pengamalan Pancasila harus disensor.
3) Jalur organisasi sosial politik
Pengamalan Pacansila harus diterapkan dalam setiap elemen bangsa dan negara Indonesia. Organisasi sosial politik adalah wadah pemimpin-pemimpin bangsa dalam bidangnya masing-masing sesuai dengan keahliannya, peran dan tanggung jawabnya. Sehingga segala unsur-unsur dalam organisasi sosial politik seperti para pegawai Republik Indonesia harus mengikuti pedoman pengmalan Pancasial agar berkepribadian Pancasila karena mereka selain warga negara Indonesia, abdi masyarakat juga sebagai abdi masyarakat, dengan begitu maka segala kendala akan mudah dihadapi dan tujuan serta cita-cita hidup bangsa Indonesia akan terwujud.
2. Penciptaan suasana yang menunjang
1) Kebijaksanaan pemerintah dan peraturan perundang-undangan
Penjabaran kebijaksanaan pemerintah dan perundang-undangan merupakan salah satu jalur yang dapat memperlancar pelaksanaan pedoman pengamalan pancasila dimana aspek sanksi atau penegakan hukm mendpat penekanan khusus.
2) Aparatur negara
Rakyat hendaklah berpartisipasi aktif di dalam menciptakan suasana dan keadaan yang mendorong pelaksanaan pedoman pengamalan Pancasila. Dan aparatur pemerintah sebagai pelaksana dan pengabdi kepentingan rakyat harus memahami dan mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada di dalam masyarakat. Sarana dan prasarana dalam pelaksanaan pengamalan Pacasila perlu disediakan dan memfungsikan lembaga-lembaga kenegaraan, khususnya lembaga penegak hukum dalam menjamin hak-hak warga negaranya dan melindungi dari perbutan-perbuatan tercela.
3) Kepemimpinan dan pemimpin masyarakat
Peranan kepemimpinan dan pemimpin masyarakat, baik pemimpin
formal maupun informal sangat penting dalam pelaksanaan
pedoman pengamalan. Mereka dapat menyampaikan bagaimana pola Dengan pelaksanaan pedoman pengamalan Pancasila dan menyuruh bawahan atau umatnya untuk mengikuti pola pedoman pelaksanaan Pancasila. begitu Pengamalan pancasila akan tetep lestari.

C. Pengamalan pancasila secara subjektif dan Objektif

1. Pengamalan secara objektif

Pengamalan pancasila yang obyektif adalah pelaksanaan dalam bentuk realisasi dalam setiap penyelengaraan negara, baik di bidang legislatif,eksekutif, maupun yudikatif. Dan semua bidang kenegaraan terutama realisasinya dalam bentuk peraturan perudang-undangan negara Indonesia antara lain sebagai berikut :
1) Tafsiran UUD 1945, harus dapat dilihat dari sudut dasar filsafat negara pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alenia IV
2) Pelaksanaan UUD 1945 dalam undang-undang harus mengingat dasar-dasar pokok pikiran tercantum dalam dasar filsafat negara Indonesia
3) Tanpa mengurangi sifat undang-undang yang tidak dapat diganggu gugat, iterprestasi pelaksanaannya harus mengingat unsur-unsur yang terkandung dalam dassaar filsafat negara.
4) Interprestasi pelaksanaan undang-undang harus lengkap dan menyeluruh, meliputi seluruh perundang-undangan dibawah undang-undang dan keputusan-keputusan administratif dari tingkat penguasa penguasa negara, mulai dari pemerintah pusat sampai dengan dengan alat-alat perlengkapan negara di daerah, keputusan-keputusan pengadilan serta alat perlengkapnya,begitu juga meliputi usaha kenegaraan dan ermasuk rakyat.
5) Dengan demikian seluruh hidup kenegaraan dan tertip hukum Indonesia didasarkan atas dan diliputi oleh asas filsafat, politik dan tujuan negara didasarkan atas asas kerohanian Pancasila.
Hal ini termasuk pokok kaidah negara serta pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945. Dalam realisasi pelaksanaan kongkritnya yaitu dalam setiap penentuan kebijakan dibidang kenegaraan antara lain :
1) Garis besar haluan negara
2) Hukum, perundang-undangan, dan peradilan
3) Pemerinta
4) Politik dalam dan luar negeri
5) Keselamatan, keamanan,dan pertahanan
6) Kesejahteraan
7) Kebudayaan
8) pendidikan

2. Pengamalan secara subjektif

pengamalan pancasila pengamalan pancasila yang subyektif adalah pelaksanaan dalam pribadi seseorang,warga negara, individu, penduduk, penguasa, dan orang Indonesia. Pengamalan pancasila yang subyektif ini justru lebih penting dari pengamalan yang karena pengamalan yang subyektif merupakan syarat pengamalan pancasila yang obyektif (Notonegoro,1974;44). Dengan demikian pelaksanaan pancasila yang subyektif ini berkaitan dengan kesadaran, ketaatan, serta kesiapan individu untuk mengamalkan pancasila. Dalam pengertian inilah akan terwujud jika suatu keseimbangan kerohanian yang mewujudkan suatu bentuk kehidupan dimana kesadaran wajib hukum telah berpadu menjadi kesadaran wajib moral. Sehingga dengan demikian suatu perbuatan yang tidak memenuhi wajib melaksanakan pancasila.
Dalam pengamalan pancasila yang subyektif ini bilamana nilai-nilai pancasila telah dipahami,diresapi, dan dihayati oleh seseorang maka orang itu telah memiliki moral pancasila dan jika berlansung terus menerus sehingga melekat dalam hati maka disebut dengan kepribadian pancasila. Pengertian kepribadian bangsa Indonseia dapat dikembalikan kepada hakikat manusia.Telah diketahui bahwa segala sesuatu itu memiliki tiga macam hakikat yaitu :
Hakikat abstrak, yaitu terdiri atas unsur-unsur yang bersama-sama menjadikan hal itu ada, dan menyebabkan sesuatu yang sama jenis menjadi berbeda dengan jenis lain sehingga hakikat ini disebut dengan hakikat universal. Contoh; jenis manusia, hewan, tumbuhan.
Hakikat pribadi yaitu ciri khusus yang melekat sehingga membedakan dengan sesuatu yang lain. Bagi bangsa Indonesia hakikat pribadi ini disebut dengan kepribadian.Dan hakikat pribadi ini merupakan penjelmaan dari hakikat abstrak.
Hakikat kongkrit yaitu hakikat segala sesuatu dalam menyatakan kongkrit, dan hakikat ini merupakan penjelmaan dari hakikat abstrak dan hakikat kongkrit.
Oleh karena itu bagi bangsa Indonsesia, pengertian kepribadian Indonsesia ini memiliki tingkatan yaitu :
1) Kepribadian yang berupa sifat-sifat hakikat kemanusiaan ”monupluralis”jadi sifat-sifat kemanusiaan yang abstrak umum universal. Dalam pengertian ini disebut kepribadian kemanusiaan, karena termasuk jenis manusia, dan memiliki sifat kemanusiaan.
2) Kepribadian yang mengandung sifat kemanusiaan, yang telah terjelma dalam sifat khas kepribadian bangsa Indonseia (pancasila) dan ditambah dengan sifat-sifat tetap yang terdapat pada bangsa Indonesia, ciri khas, karakter, kebudayaan dan lain sebagainnya.
3) Kepribadian kemanusiaan, kepribadian Indonesia dalam realisasi kongkritnya, setiap orang, suku bangsa, memiliki sifat yang tidak tetap, dinamis tergantung pada keadaan manusia(Indonesia) perorangan secara kongkrit.(Notonegoro,1971;169).
Berdasarkan uraian diatas maka pengamalan pancasila subyektif dari pancasila meliputi pelaksanaan, pandangan hidup, telah dirumuskan dalam P4(Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila).

D. Realisasi Pengamalan Pancasila dalam Bidang Ekonomi, Budaya, pendidikan dan Iptek

1. Bidang ekonomi

Ekonomi yang berdasarkan Pancasila tidak dapat dilepaskan dari sifat dasar individu dan sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain untuk memenuhi semua kebutuhanya tetapi manusia juga mempunyai kebutuhan dimana orang lain tidak diharapkan ada atau turut campur. Ekonomi menurut pancasila adalah berdasarkan asas kebersamaan, kekeluargaan artinya walaupun terjadi persaingan namun tetap dalam kerangka tujuan bersama sehingga tidak terjadi persaingan bebas yang mematikan (Kaelan, 1996: 193). Dengan demikian pelaku ekonomi di Indonesia dalam menjalankan usahanya tidak melakukan persaingan bebas, meskipun sebagian dari mereka akan mendapat keuntungan yang lebih besar dan menjanjikan. Hal ini dilakukan karena pengamalan dalam bidang ekonomi harus berdasarkan kekeluargaan. Jadi interaksi antar pelaku ekonomi sama-sama menguntungkan dan tidak saling menjatuhkan sehingga usaha-usaha kecil dapat berkembang dan mendukung perekonomian Indonesia menjadi kuat.

2. Bidang budaya

Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Soerjono Soekanto, 2005: 172). Begitu luas cakupan kebudayaan tetapi dalam pengamalan Pancasila kebudayaan bangsa Indonesia adalah budaya ketimuran, yang sangat menjunjung tinggi sopan santun, ramah tamah, kesusilaan dan lain-lain. Budaya Indonesia memang mengalami perkembangan misalnya dalam hal Iptek dan pola hidup, perubahan dan perkembangan ini didapat dari kebudayaan asing yang berhasil masuk dan diterima oleh bangsa Indonesia. Semua kebudayaan asing yang diterima adalah kebudayaan yang masih sejalan dengan Pancasila. Walaupun begitu tidak jarang kebudayaan yang jelas-jelas bertentangan dengan budaya Indonesia dapat berkembang di Indonesia. Ini menunjukan bahwa filter Pancasila tidak berperan optimal, itu terjadi karena pengamalan Pancasila tidak sepenuhnya dilakukan oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu harus ada tindakan lanjut agar budaya bangsa Indonesia sesuai dengan Pancasila. Pembudayaan Pancasila tidak hanya pada kulit luar budaya misalnya hanya pada tingkat propaganda, pengenalan serta pemasyarakatan akan tetapi sampai pada tingkat kemampuan mental kejiwaan manusia yaitu sampai pada tingkat akal, rasa dan kehendak manusia (Kaelan, 1996: 193).

3. Bidang pendidikan

Pendidikan adalah salah satu piranti untuk membentuk kepribadian. Maka dari itu pendidikan yang dilaksanakan harus sesuai diperhatikan. Pendidikan nasional harus dipersatukan atas dasar Pancasila. Menurut Notonegoro (1973), perlu disusun sistem ilmiah berdasarkan Pancasila tentang ajaran, teori, filsafat, praktek, pendidikan nasiona, yang menjadi dasar tunggal bagi penyelesaian masalah-masalah pendidikan nasional. Dengan begitu diharapkan tujuan pendidikan nasional dapat terwujud dengan mudah. Tujuan pendidikan nasional adalah menciptakan manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.

4. Ilmu pengetahuan dan teknologi

Iptek harus memenuhi etika ilmiah, yang paling berbahaya adalah yang menyangkut hidup mati, orang banyak, masa depan, hak-hak manusia dan lingkungan hidup. Di samping itu Ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila karena Iptek pada dasarnya adalah untuk kesejahteraan umat manusia. Nilai-nilai Pancasila bilamana dirinci dalam etika yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, adalah sebagai berikut (T. Jacob, 1996: 195):
1) Hormat terhadap hayat, karena semua makhlu hidup yang ad di alam semesta ini adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa (sila satu).
2) Persetujuan suka rela untuk eksperimen dengan penerangan yang cukup dan benar tentang guna akibatnya, karena ilmu pengetahuan dan teknologi adalah demi kemanusiaan (sila II,IV).
3) Tanggung jawab sosial ilmu pengetahuan dan teknologi harus lebih penting dari pada mengejar pemecahan persoalan ilmiah namun mengorbankan kemanusiaan (sila II, V).
4) Sumber ilmiah sebagai sumber nasional bagi warga negara seluruhnya (sila III). Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tenologi harus mendahulukan kepentingan bangsa dan negara.
5) Alokasi pemerataan sumber dan hasilnya (sila III, V).
6) Pentingnya individualitas dan kemanusiaan dalam catur darma ilmu pengetahuan, yaitu penelitian, pengajaran, penerapan, dsan pengamalannya (sila II, III, V).
7) Pelestarian lingkungan dengan memperhitungkan generasi mendatang (sila I, II, V).
8) Hak untuk berbeda dan kewajiban untuk bersatu (semua sila).
9) Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mengakibatkan terpisahnya jasmani dan rokhani bagi hayat (semua sila).

3. Penutup

A. Kesimpulan

Bangsa Indonesia mempunyai pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, nilai dan norma yang terkandung di dalamnya merupakan keinginan dari bangsa Indonesia yang harus di amalkan. Pengamalan Pancasila secara subjektif akan memperkuat pengamalan Pancasila secara objektif. Pengamalan Pancasila ini harus di lakukan dalam berbagai bidang kehidupan di negara Indonesia agar Pancasila benar-benar berperan sebagaimana Fungsi dan kedudukannya dan supaya tujuan serta cita-cita bangsa Indonesia mudah terwujud.

B. Saran

Dewasa ini pengamalan pengamalan Pancasila semakin memudar terlebih lagi di era globalisasi, sehingga mengancam mental dan kepribadian bangsa Indonesia. Hal ini harus segera ditangani dengan cara meningkatkan penanaman pengamalan Pancasila melalui pendidikan yang seutuhnya, jadi tidak sebatas teori tetapi juga diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, perlu adanya kesadaran dari setiap warga negara akan pentingya pengamalan pancasila dan mempertahankannya.

Daftar Pustaka

Andriani Purwastuti, dkk. 2002. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: UNY Press.
Kaelan. 1996. Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Ms Bakry, Noor. 1994. Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Liberty.
Soerjono Soekanto. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.